Eteris oil atau yang biasa kita sebut sebagai Eteris merupakan suatu produk agroindustri yang memiliki nilai tambah yang sangat besar. Dalam industri bisnis berbasis pertanian, eteris berperan sangat penting dalam melengkapi suatu ’flavour’ atau ’rasa’ dalam menciptakan produk agroindustri lainnya seperti dalam hal menciptakan parfum dan eterislah yang menjadi suatu bahan bakunya.
1. Definisi Eteris
Eteris yang dikenal dengan nama minyak terbang (volatile oil) atau Eteris adalah minyak yang dihasilkan dari tanaman dan mempunyai sifat mudah menguap pada suhu kamar tanpa mengalami dekomposisi. Eteris merupakan salah satu hasil proses metabolisme dalam tanaman, yang terbentuk karena reaksi berbagai senyawa kimia dan air. Sifat dari Eteris yang lain adalah mempunyai rasa getir (pungent taste), berbau wangi sesuai dengan bau tanaman penghasilnya, umumnya larut dalam pelarut organik seperti alkohol, eter, petroleum, benzene, dan tidak larut dalam air (Ketaren, 1983).
Kebanyakan Eteris terbentuk bebas atau sebagai glukosa, karena adanya air dan enzim-enzim sehingga mengalami penguraian menjadi eteris (Sandler, 1952).
2. Komponen dan Susunan Kimiawi Eteris
Eteris umumnya terdiri dari campuran berbagai persenyawaan kimia yang terbentuk dari unsur-unsur kimia seperti karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), dan beberapa persenyawaan kimia yang mengandung unsur nitrogen (N), serta belerang (S). Guenther (1987) mengatakan bahwa Eteris terutama terdiri dari persenyawaan kimia mudah menguap, termasuk golongan hidrokarbon asiklik dan hidrokarbon isosiklik serta turunan hidrokarbon yang telah mengikat oksigen.
Menurut Ketaren (1985) umumnya komponen kimia eteris dibagi menjadi 2 golongan yaitu hidrokarbon dan hidrokarbon beroksigen (oxygented hidrocarbon). Jenis hidrokarbon yang terdapat dalam eteris sebagian besar terdiri dari monoterpen (2 unit isopren), sesquiterpen (3 unit isoterpen), diterpen (4 unit isoterpen), dan politerpen, serta parafin, olefin dan hidrokarbon aromatik. Di samping itu eteris mengandung resin dan lilin dalam jumlah kecil. Resin dan lilin merupakan komponen yang tidak mudah menguap.
3. Sumber Eteris
Tanaman penghasil eteris di Indonesia kurang lebih sebanyak 160-200 jenis, dan termasuk dalam famili Pinaceae, Labiatae, Compositae, dan sebagainya. Bagian jaringan tanaman penghasil eteris adalah akar, batang, daun, bunga, buah, kulit, dan biji. Eteris yang berasal dari daun antara lain minyak sereh, nilam, dan kayu putih, cengkeh sedangkan yang berasal dari bunga tanaman yaitu kenanga, melati, mawar, ylang-ylang, cempaka, dan cengkeh. Lain halnya dengan panili, lada, dan ketumbar, minyaknya dapat diperoleh dari kulit buah atau buahnya. Kayu manis, cendana, cabe dan sebagainya berasal dari kulit batang atau batangnya dan eteris yang berasal dari akar seperti jahe, akar wangi, sarsapella, dan lain-lain.
Eteris Indonesia yang dikenal dalam dunia perdagangan dunia antara lain nilam, cengkeh, lada, pala, akar wangi, sereh wangi, kayu putih, cendana, gaharu, kayu manis, jahe, mesoyi, kemukus, kenanga, bunga-bunga dan lainnya.
4. Aplikasi Eteris
Eteris merupakan komoditas ekspor non migas yang dibutuhkan oleh berbagai negara. Aplikasinya banyak digunakan pada berbagai industri seperti :
• Industri makanan : bahan penyedap dan penambah cita rasa
• Industri farmasi : obat anti nyeri, anti infeksi dan anti bakteri
• Industri bahan pengawet (sebagai insektisida)
• Industri kosmetik dan personal care products :
sabun, pasta gigi, lotion, skincare, produk-produk kecantikan, dan sebagainya
• Industri parfum
Penggunaan eteris dapat melalui konsumsi langsung melalui mulut atau dengan pemakaian luar. Eteris yang dikonsumsi secara langsung dapat berupa makanan atau minuman seperti jamu yang mengandung Eteris, penyedap/fragrant makanan, flavour ice cream, permen, dan pasta gigi. Adapun yang lebih banyak digunakan adalah untuk pemakaian luar seperti pemijatan, lulur, obat luka/memar, pewangi (parfum), lotion dan lain sebagainya. Juga dapat dilakukan melalui pernapasan/inhalasi dengan wangi-wangian ruangan, aroma untuk aromaterapi, rasa sejuk/”cool”.
6. Proses Produksi Eteris
Untuk menghasilkan Eteris dapat dilakukan dengan 3 (tiga) cara, yaitu :
• Penyulingan
• Ekstraksi dengan pelarut
• Pengempaan
Eteris terdapat pada kantung-kantung minyak dalam jaringan tumbuhan sehingga diperlukan suatu usaha untuk mengeluarkannya. Salah satu caranya adalah dengan melakukan penyulingan.
Sistem Penyulingan
Penyulingan adalah suatu proses pemisahan secara fisik suatu campuran dua atau lebih produk yang mempunyai titik didih yang berbeda, dengan cara mendidihkan terlebih dahulu komponen yang mempunyai titik didih rendah terpisah dari campuran atau dapat pula didefinisikan sebagai pemisahan komponen-komponen suatu campuran dari dua jenis cairan atau lebih berdasarkan perbedaaan tekanan uap dari masing-masing zat tersebut. Adapun tujuan dari proses penyulingan adalah memperoleh Eteris dari tanaman aromatik yang mempunyai kandungan Eteris yang sulit untuk diekstrak pada kondisi lingkungan normal.
Metode penyulingan Eteris :
1. Penyulingan dengan air (water distillation)
2. Penyulingan dengan uap dan air (steam and water distillation)
3. Penyulingan dengan uap langsung (steam distillation)
Istilah di atas mula-mula diperkenalkan oleh Von Rechenberg dan terus berkembang menjadi teknik industri Eteris sampai sekarang.
a. Penyulingan dengan air
Pada metoda penyulingan dengan air, bahan yang akan disuling kontak langsung dengan air mendidih. Air dipanaskan dengan metode pemanasan yang biasa dilakukan, yaitu dengan panas langsung, mantel uap, pipa uap melingkar tertutup dan pipa uap melingkar terbuka.
b. Penyulingan dengan air dan uap
Air dapat dipanaskan dengan berbagai cara yaitu dengan uap jenuh yang basah dan bertekanan rendah. Ciri khas dari metode ini adalah (1) uap selalu dalam keadaan basah, jenuh dan tidak panas; (2) bahan yang disuling hanya berhubungan dengan uap dan tidak dengan air panas. Keuntungan metode ini adalah uap berpenetrasi secara merata ke dalam bahan dan suhu dapat dipertahankan sampai 100°C. Lama penyulingan relatif singkat, rendemen minyak lebih besar dan mutunya lebih baik jika dibandingkan dengan minyak hasil sistem penyulingan dengan air, dan bahan yang disuling tidak menjadi gosong.
c. Penyulingan dengan Uap Langsung
Uap yang digunakan adalah uap jenuh atau uap kelewat panas pada tekanan lebih dari satu atmosfer. Uap dialirkan melalui pipa uap berlingkar yang berpori yang terletak di bawah bahan, dan uap bergerak ke atas melalui bahan yang terletak di atas saringan.
Alat yang digunakan dalam penyulingan adalah :
1. Ketel Suling
Ketel suling digunakan sebagai tempat air atau uap untuk mengadakan kontak langsung dengan bahan, serta untuk menguapkan Eteris. Pada bentuk sederhana ketel suling berbentuk silinder atau tangki, yang mempunyai diameter sama atau lebih kecil dari tinggi tangki. Tangki tersebut dilengkapi dengan tutup yang dapat dibuka dan diapitkan pada bagian atas penampang ketel. Pada atau dekat penampang atas tangki dipasang pipa berbentuk leher angsa untuk mengalirkan uap ke kondensor (Guenther, 1947).
2. Ketel Uap/Boiler
Ketel uap adalah pembangkit uap/dimana air dipanaskan di bawah tekanan, dimana uap ini berfungsi sebagai zat pemindah tenaga kaloris. Melalui api dan gas asap kalor dipindahkan dari bahan bakar ke air dan uap melalui dinding bidang pemanas, kemudian uap dapat disalurkan ke pemakai sesuai dengan tujuan penggunaannya (Tambunan dan Karo-karo dalam Sunarto, 1992).
3. Kondensor (Pendingin)
Pendingin berfungsi untuk mengubah seluruh uap air dan uap minyak menjadi fase cair. Jumlah panas yang dikeluarkan pada peristiwa kondensasi sebanding dengan panas yang diperlukan untuk penguapan uap minyak dan uap air serta jumlah kecil panas tambahan dikeluarkan untuk mendinginkan hasil kondensasi, yang berguna untuk menjaga supaya suhunya di bawah titik didih (Guenther, 1947).
Kondensor yang paling umum digunakan adalah kondensor berpilin (coil condenser) yang dimasukkan ke dalam tangki berisi air dingin yang mengalir. Arah aliran air pendingin berlawanan dengan arah uap air dan uap minyak.
4. Oil Separator
Alat ini digunakan untuk memisahkan minyak dari air suling. Jumlah volume air suling selalu lebih besar dari jumlah minyak, dalam hal ini diperlukan agar air suling tersebut terpisah secara otomatis dari Eteris. Eteris dan air suling tidak melarut; karena perbedaan bobot jenis maka larutan tersebut akan terpisah dimana minyak tersebut berada di atas lapisan air, hal ini yang merupakan prinsip kerja dasar dari alat ini (Guenther, 1947).
Ada beberapa faktor yang menentukan mutu hasil penyulingan, seperti :
1. Jenis dan penanganan bahan baku yang akan disuling
2. Jenis, distribusi dan debit uap yang digunakan
3. Bahan penyusun ketel penyulingan
4. Dimensi alat penyuling
5. Metode penyulingan yang digunakan
Pada umumnya untuk mendapatkan rendemen yang tinggi dan mutu Eteris yang baik diperlukan usaha-usaha seperti :
(1) suhu penyulingan dipertahankan serendah mungkin dengan mengingat bahwa kecepatan serta besarnya jumlah minyak ditentukan oleh suhu;
(2) pada penyulingan uap, jumlah air yang kontak langsung dengan bahan yang disuling, diusahakan sesedikit mungkin
(3) perajangan bahan dimaksudkan agar pengisian bahan ke dalam ketel suling sehomogen mungkin (Guenther, 1987).
7. Mutu Eteris
Beberapa faktor yang berperan dalam menentukan mutu Eteris adalah jenis tanaman, umur panen, perlakuan bahan sebelum penyulingan, jenis peralatan yang digunakan dan kondisi prosesnya (seperti metode penyulingan, jumlah bahan, dan lama penyulingan), perlakuan minyak setelah penyulingan, kemasan, dan penyimpanan. Kondisi proses selain dapat mempengaruhi mutu juga dapat mempengaruhi rendemen minyak hasil penyulingan. Penanganan bahan yang kurang tepat sebelum penyulingan, dapat mengakibatkan kehilangan Eteris cukup besar dan juga dapat menurunkan mutunya.
Perlakuan pendahuluan terhadap bahan dapat mempertinggi rendemen dan mutu minyak yang dihasilkan. Beberapa cara perlakuan pendahuluan yang dapat dilakukan antara lain pengecilan ukuran bahan, pengeringan, pelayuan, dan fermentasi oleh mikroorganisme. Pelayuan dan pengeringan dimaksudkan untuk menguapkan sebagian air dalam bahan, sehingga penyulingan lebih mudah dan lebih singkat, sedangkan perajangan dapat menambah luas permukaan bahan sehingga memungkinkan jumlah minyak yang diperoleh lebih besar (Ketaren, 1985).
Kualitas atau mutu Eteris ditentukan oleh karakteristik alamiah dari masing-masing minyak tersebut dan bahan-bahan asing yang tercampur di dalamnya, adanya bahan-bahan asing akan merusak mutu Eteris. Komponen standar mutu Eteris ditentukan oleh kualitas dari minyak itu sendiri dan kemurniannya. Kemurnian minyak dapat diketahui dengan penetapan kelarutan uji lemak dan mineral. Selain itu, faktor yang menentukan mutu adalah sifat-sifat fisika-kimia minyak, seperti bilangan asam, bilangan ester, dan komponen utama minyak, dan membandingkannya dengan standar mutu perdagangan yang ada. Bila nilainya tidak memenuhi berarti minyak telah terkontaminasi, atau adanya pemalsuan atau minyak dikatakan bermutu rendah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar