Sabtu, 21 November 2009

CDM

CDM

PENDAHULUAN

Menurut Undang-undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan adalah upaya sadar terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumberdaya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. Secara umum prinsip pembangunan berkelanjutan dapat diartikan sebagai pelaksanaan pembangunan masa kini tanpa mengorbankan kemampuan membangun generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhan mereka. Hal ini biasa juga diistilahkan sebagai inter-generation commitment of development.

Kegiatan pembangunan yang makin meningkat mengandung risiko pencemaran dan perusakan lingkungan hidup, sehingga dapat mempengaruhi struktur dan fungsi dasar ekosistem sebagai penunjang kehidupan. Pencemaran dan perusakan lingkungan hidup itu akan merupakan beban sosial, dan pada akhirnya masyarakat dan pemerintah yang harus menanggung biaya pemulihannya. Pemanfaatan teknologi dalam berbagai sektor kegiatan merupakan salah satu faktor pendukung tercapainya keberhasilan pembangunan Indonesia. Meskipun demikian, teknologi juga memberikan kontribusi terhadap terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. Hal ini disebabkan perkembangan teknologi dan pembangunan industri tumbuh demikian cepat, sehingga selain memberikan manfaat ekonomi juga telah mengakibatkan terjadinya eksploitasi sumberdaya alam dan meningkatnya masalah pencemaran. Kenyataan menunjukkan bahwa faktor utama yang menyebabkan kemerosotan kualitas dan kerusakan lingkungan hidup secara global antara lain teknologi yang mencemari dan konsumsi sumberdaya yang berlebihan. Untuk mencapai pembangunan berkelanjutan, maka perlu dikembangkan teknologi akrab atau ramah lingkungan yaitu teknologi yang memasukkan faktor lingkungan dalam proses pengkajiannya, sehingga pemanfaatan teknologi tersebut dapat memperbaiki kinerja lingkungan.

Pada awalnya, strategi pengelolaan lingkungan didasarkan pada pendekatan daya dukung lingkungan (carrying capacity approach), sehingga akibat terbatasnya daya dukung lingkungan alami dalam menetralkan pencemaran yang makin meningkat, maka upaya mengatasi masalah pencemaran berkembang ke arah pendekatan mengolah limbah yang terbentuk (end-of-pipe treatment). Pengelolaan pencemaran melalui pendekatan pengolahan limbah (end-of-pipe treatment), yang diperkenalkan sebagai salah satu strategi untuk melindungi lingkungan, ternyata bukan cara yang efektif dan hemat biaya. Oleh karena itu, strategi pengelolaan lingkungan harus diubah ke arah pencegahan pencemaran yang mengurangi terbentuknya limbah, yaitu dengan penerapan Produksi Bersih, mulai dari pemilihan bahan baku sampai dengan produk yang dihasilkan, memfasilitasi semua pihak untuk mengelola lingkungan secara hemat biaya serta memberi keuntungan baik finansial maupun non-finansial. Strategi ini merupakan paradigma baru dalam pengelolaan pencemaran lingkungan, sehingga masalah pencemaran lingkungan, terutama bagi industri, tidak lagi identik dengan pengeluaran tambahan yang menaikkan biaya produksi serta menjadi momok bagi industri tersebut. Banyak kegiatan industri yang telah menerapkan Produksi Bersih memperlihatkan adanya penurunan biaya produksi, peningkatan efisiensi proses produksi dan memperoleh keuntungan yang lebih besar.

Persoalan lain yang muncul pada pendekatan end-of-pipe treatment adalah pencemaran dan kerusakan lingkungan tetap terjadi dan cenderung terus berlanjut, karena dalam prakteknya terdapat berbagai kendala, terutama masih rendahnya pentaatan dan penegakan hukum, masih lemahnya perangkat peraturan yang tersedia, serta masih rendahnya tingkat kesadaran. Kendala lain yang dihadapi oleh pendekatan pengolahan limbah (end of pipe approach) adalah (Djajadiningrat, 2001) :

1. Pendekatan ini sifatnya reaktif yaitu bereaksi setelah limbah terbentuk.

2. Tidak efektif dalam memecahkan masalah pencemaran lingkungan karena pada kenyataannya pengolahan limbah hanyalah mengubah bentuk limbah dan memindahkannya dari satu media ke media lain. Limbah tetap terbentuk, hanya medianya berubah dan seringkali tidak aman untuk dibuang ke lingkungan, karena tetap akan mencemari dan merupakan ancaman lebih lanjut bagi lingkungan dan manusia.

3. Biaya investasi dan operasi pengolahan dan pembuangan limbah relatif mahal, sehingga mengakibatkan tingginya biaya produksi dan harga jual produk.

4. Peraturan perundangan yang berlaku tidak didukung oleh penegakan hukum yang memadai, sehingga sering ditemukan pelanggaran.

PEMBAHASAN

Pada tahun 1989 UNEP ( United Nations Environment Program ) memperkenalkan konsep Produksi Bersih yang didefinisikan sebagai “upaya penerapan yang kontinu dari suatu strategi pengelolaan lingkungan yang integral dan preventif terhadap proses dan produk untuk mengurangi terjadinya resiko terhadap manusia dan lingkungan”.

Produksi Bersih adalah suatu program strategis yang bersifat proaktif yang diterapkan untuk menselaraskan kegiatan pembangunan ekonomi dengan upaya perlindungan lingkungan. Strategi konvensional dalam pengelolaan limbah didasarkan pada pendekatan pengolahan limbah yang terbentuk (end-of pipe treatment). Pendekatan ini terkonsentrasi pada upaya pengolahan dan pembuangan limbah dan untuk mencegah pencemaran dan kerusakan lingkungan. Strategi ini dinilai kurang efektif karena bobot pencemaran dan kerusakan lingkungan terus meningkat.

Kelemahan yang terdapat pada pendekatan pengolahan limbah secara konvensional adalah :

1.Tidak efektif memecahkan masalah lingkungan karena hanya mengubah bentuk limbah dan memindahkannya dari satu media ke media lain.

2. Bersifat reaktif yaitu bereaksi setelah terbentuknya limbah.

3. Karakteristik limbah semakin kompleks dan semakin sulit diolah

4. Investasi dan biaya operasi pengolahan limbah relatif mahal dan hal ini sering dijadikan alasan oleh pengusaha untuk tidak membangun instalasi pengolahan limbah.

5. Peraturan perundang-undangan yang ada masih terpusat pada pembuangan limbah, belum mencakup upaya pencegahan.

Untuk mengatasi kelemahan strategi konvensional tersebut maka dikembangkan program produksi bersih yang dalam pelaksanaannya mempunyai urutan prioritas sebagai berikut :

· Pencegahan pencemaran (Pollution prevention)

· Pengendalian pencemaran (Pollution Control)

· Remediasi (Remediation)

Dalam tahap proses, produksi bersih mencakup upaya konservasi, bahan baku dan energi, menghindari penggunaan bahan yang mengandung B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun), mengurangi jumlah dan kadar toksisitas semua limbah dan emisi yang dihasilkan sebelum meninggalkan tahap proses. Untuk produk, produksi bersih memusatkan perhatian pada upaya pengurangan daampak di keseluruhan daur hidup produk mulai dari ekstraksi bahan baku sampai pembuangan akhir setelah produk tidak digunakan (Bratasida, 1996). Startegi produk bersih mencakup upaya pencegahan pencemaran melalui alternatif jenis proses yang akrab lingkungan, minimisasi limbah, analisis daur hidup dan teknologi bersih.

Pengertian CDM

CDM adalah mekanisme dibawah Kyoto Protocol/UNFCCC(2), yang dimaksudkan untuk : (a) membantu negara maju/industri memenuhi sebagian kewajibannya menurunkan emisi GHGs; (b) membantu negara berkembang dalam upaya menuju pembangunan berkelanjutan dan kontribusi terhadap pencapaian tujuan Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC). Beberapa tahun setelah Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC) ditanda-tangani pada tahun 1992, upaya nyata pengurangan emisi gas rumah kaca (GHGs)(3), sebagai akibat aktifitas manusia belum dapat ditunjukkan. Oleh karena itu pada Conference of the Parties (COP)-3 tahun 1997 di Kyoto dicetuskanlah suatu protokol yang menawarkan flexibility mecanism, yang memungkinkan negara-negara industri memenuhi kewajiban pengurangan emisi GHGs-nya melalui kerjasama dengan negara lain baik berupa investasi dalam emission reduction project maupun carbon trading. Dibawah Kyoto Protocol, negara-negara industri diharuskan menurunkan emisi GHGs minimal 5% dari tingkat emisi tahun 1990, selama tahun 2008-2012. CDM adalah satu-satunya mekanisme dibawah Kyoto Protocol, yang menawarkan win-win solution antara negara maju dengan negara berkembang dalam rangka pengurangan emisi gas rumah kaca (GHGs), dimana negara maju menanamkan modalnya di negara berkembang dalam proyek-proyek yang dapat menghasilkan pengurangan emisi GHGs, dengan imbalan CER (Certified Emission Reductions)(4).

Manfaat Penerapan Produksi Bersih

Manfaat penerapan produksi bersih antara lain (Bratasida, 1996, Helmy, 1997)

  1. Mencegah terjadinya pencemaran dan perusakan lingkungan melalui upaya minimisasi limbah, daur ulang pengolahan dan pembuangan limbah yang aman.
  2. Mendukung prinsip Pemeliharaan Lingkungan dalam rangka pelaksanaan Pembangunan Berkelanjutan.
  3. Dalam jangka panjang dapatmeningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui penerapan proses produksi, penggunaan bahan baku dan energi serta efisien.
  4. Mencegah atau memperlambat degradasi lingkungan dan mengurangi eksploitasi sumberdaya alam melalui penerapan daaur ulang limbah di dalam proses yang akhirnya menuju pada upaya konservasi sumberdaya alam untuk mencapai tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
  5. Memberikan peluang keuntungan ekonomi, sebab di dalam produksi bersih strategi pencegahan pencemaran pada sumbernya (source reduction and in process recycling) yaitu mencegah terbentuknya limbah secara dini, dengan demikian dapat mengurangi biaya investasi yang harus dikeluarkan untuk pengolahan dan pembuangan limbah atau upaya perbaikan lingkungan.
  6. Memperkuat daya saing produksi di pasar global.
  7. Meningkatkan citra produsen dan meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap produk yang dihasilkan.
  8. Mengurangi tingkat bahaya kesehatan dan keselamatan kerja.

Kemungkinan Kerugian

Dari sisi kepentingan nasional, CDM tidak menguntungkan apabila negara industri menggunakan dana ODA (Official Development Assistane). Sesuai dengan Agenda 21 UNCED (Komisi Ekonomi dan Pembangunan PBB), sumber dana kemitraan global menuju 'sustainable development' adalah diluar ODA/Official Development Assistance (new & additional terhadap ODA funding). Tetapi dalam kenyataannya jumlah pemberian dana ODA semakin menurun sejak awal tahun 1990-an, yang kemungkinan dialihkan untuk membiayai komitmen lainnya, misal ke Global Environment Facility (GEF) untuk membiayai komitmen dibawah CCC (Konvensi Perubahan Iklim), CBD (Konvensi Keanekaragaman Hayati), CCD (Konvensi Penanggulangan Desertifikasi). Pengalihan dan ODA ke GEF untuk membiayai komitmen negara industri dibawah konvensi-konvensi diatas sebenarnya sudah menyalahi komitmen yang telah dibuat negara-negara industri sebelumnya yang dipertegas pada UNCED tahun 1992 tentang alokasi 0,7% dari GNP-nya untuk 'ODA funding'. Sedangkan penggunaan 'ODA funding' untuk membiayai CDM oleh negara maju merupakan pengalihan beban yang seharusnya tidak dipikul oleh negara berkembang.

Apakah Indonesia wajib mengikuti CDM

CDM adalah peluang investasi modal asing, jadi tidak ada kewajiban bagi Indonesia untuk mengikuti. Kewajiban Indonesia dalam hal ini bukan dalam konteks CDM tetapi kewajiban sebagai peratifikasi UNFCCC(6) : berkewajiban memberikan laporan nasional secara periodik(7) tentang hasil inventarisasi gas rumah kaca (sektor energi dan non-energi), serta upaya yang telah dilakukan dalam rangka menekan dampak negatif perubahan iklim. Sedangkan sebagai negara non-annex I (negara berkembang), Indonesia belum diwajibkan untuk menurunkan emisi gas rumah kacanya, dan berhak untuk mendapatkan bantuan dana (misal melalui GEF dll) untuk capacity building dan technology transfer dalam rangka menekan dampak negatif perubahan iklim.

Persyaratan CDM

  1. Atas dasar suka rela (antar Pemerintah, antar swasta, dan antara Pemerintah dengan swasta).
  2. Disetujui oleh Pemerintah masing-masing.
  3. Memenuhi kriteria additionality, real, measurable, long-term benefit, dengan penjelasan seperti berikut : Pengertian additional dapat diterangkan dengan membandingkan terhadap baseline (keadaan tanpa proyek CDM). Additionality dapat ditinjau dari aspek pengurangan emisi GHGs(8), investasi(9), sumber dana(10), teknologi(11), dan regulasi(12). Proyek CDM dapat diberikan CER bila pengurangan emisi : (a) real (emisi GHGs proyek CDM < baseline), (b) measurable (tingkat emisi GHGs proyek CDM dan baseline dapat ditentukan dengan tingkat akurasi tertentu). Long-term benefit (pengurangan emisi GHGs berlangsung terus menerus sepanjang jangka waktu proyek, dan memberikan kontribusi terhadap sustainable development di negara berkembang).

Mekanisme pendanaan CDM

  1. Bilateral : antar Pemerintah, antar swasta (dengan persetujuan Pemerintah), dan antara Pemerintah dengan swasta.
  2. Multilateral : pool dana dari negara industri (Pemerintah atau swasta) pada 'Lembaga Independen'(13) dan lembaga ini menyalurkan dana untuk proyek CDM.
  3. Unilateral : host country melaksanakan proyek pengurangan emisi GHGs dengan biaya sendiri, yang dapat dipasarkan melalui pasa bebas(14).

KONSEP DASAR PRODUKSI BERSIH

Produksi Bersih merupakan salah satu sistem pengelolaan lingkungan yang dilaksanakan secara sukarela (Voluntary) sebab penerapannya bersifat tidak wajib. Konsep Produksi Bersih merupakan pemikiran baru untuk lebih meningkatkan kualitas lingkungan dengan lebih bersifat proaktif. Produksi Bersih merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan pendekatan secara konseptual dan operasional terhadap proses produksi dan jasa, dengan meminimumkan dampak terhadap lingkungan dan manusia dari keseluruhan daur hidup produknya.

Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal, 1995) mendefini­sikan Produksi Bersih sebagai suatu strategi pengelolaan lingkungan yang preventif dan diterapkan secara terus-menerus pada proses produksi, serta daur hidup produk dan jasa untuk meningkatkan eko-efisiensi dengan tujuan mengurangi risiko terhadap manusia dan lingkungan.

Strategi Produksi Bersih mempunyai arti yang sangat luas karena di dalamnya termasuk upaya pencegahan pencemaran dan perusakan lingkungan melalui pilihan jenis proses yang akrab lingkungan, minimisasi limbah, analisis daur hidup produk, dan teknologi bersih. Pencegahan pencemaran dan perusakan lingkungan adalah strategi yang perlu diprioritaskan dalam upaya mewujudkan industri dan jasa yang berwawasan lingkungan, namun bukanlah merupakan satu satunya strategi yang harus diterapkan. Strategi lain seperti program daur ulang, pengolahan dan pembuangan limbah tetap diperlukan, sehingga dapat saling melengkapi satu dengan lainnya (Bratasida, 1997).

Strategi untuk menghilangkan limbah atau mengurangi limbah sebelum terjadi (preventive strategy), lebih baik daripada strategi pengolahan limbah atau pembuangan limbah yang telah ditimbulkan (treatment strategy). Kombinasi kedua strategi tersebut sesuai dengan skala prioritas pelaksanaan Produksi Bersih adalah sebagai berikut (Overcash, 1986) :

· Eliminasi : Strategi ini dimasukkan sebagai metode pengurangan limbah secara total. Bila perlu tidak mengeluarkan limbah sama sekali (zero discharge).

· Mengurangi sumber limbah : Strategi pengurangan limbah yang terbaik adalah strategi yang menjaga agar limbah tidak terbentuk pada tahap awal. Pencegahan limbah mungkin memerlukan beberapa perubahan penting dalam proses produksi, tetapi dapat meningkatkan efisiensi ekonomi yang besar dan menekan pencemaran lingkungan.

· Daur Ulang : Jika timbulnya limbah tidak dapat dihindarkan dalam suatu proses, maka harus dicari strategi-strategi untuk meminimumkan limbah tersebut sampai batas tertinggi yang mungkin dilaku­kan, seperti misalnya daur ulang (recycle) dan/atau penggunaan kembali (reuse). Jika limbah tidak dapat dicegah atau di­minimumkan melalui penggunaan kembali atau daur ulang, strate­gi-strategi yang mengurangi volume atau kadar racunnya melalui pengolahan limbah dapat dilakukan. Walaupun strategi ini kadang-kadang dapat mengurangi jumlah limbah, tetapi tidak sama efektifnya dengan mencegah limbah di tahap awal.

· Pengolahan Limbah : Strategi yang terpaksa dilakukan mengingat pada proses perancangan produksi perusahaan belum mengantisipasi adanya teknologi baru yang sudah bebas limbah. Artinya limbah memang sudah terjadi dan ada dalam sistem produksinya, namun kualitas dan kuantitas limbah yang ada dikendalikan agar tidak melebihi baku mutu yang disyaratkan.

· Pembuangan Limbah : Strategi terakhir yang perlu dipertimbangkan adalah metode-metode pembuangan alternatif. Pembuangan limbah yang tepat merupakan suatu komponen penting dari keseluruhan program manajemen lingkungan, meskipun ini adalah teknik yang paling tidak efektif.

· Remediasi : Strategi penggunaan kembali bahan-bahan yang terbuang bersama limbah. Hal ini dilakukan untuk mengurangi kadar racun dan kuantitas limbah yang ada.

Peluang dan Tantangan Penerapan Produksi Bersih

Produksi Bersih diperlukan sebagai cara untuk mengharmonisasikan upaya perlindungan lingkungan dengan kegiatan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Peluang penerapan Produksi Bersih adalah (Djajadiningrat, 2001) :

1. Memberi keuntungan ekonomi, sebab didalam Produksi Bersih terdapat strategi pencegahan pencemaran pada sumbernya (source reduction dan in-process recycling) yaitu pencegahan terbentuknya limbah secara dini dengan demikian dapat mengurangi biaya investasi yang harus dikeluarkan untuk pengolahan dan pembuangan limbah atau upaya perbaikan lingkungan.

2. Mencegah terjadinya pencemaran dan perusakan lingkungan.

3. Memelihara dan memperkuat pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang melalui konservasi sumber daya, bahan baku dan energi.

4. Mendorong pengembangan teknologi baru yang lebih efisien dan akrab lingkungan

5. Mendukung prinsip ‘environmental equity’ dalam rangka pembangunan berkelanjutan.

6. Mencegah atau memperlambat terjadinya proses degradasi lingkungan dan pemanfaatan sumberdaya alam.

7. Memelihara ekosistem lingkungan.

8. Memperkuat daya saing produk di pasar internasional.

Tantangan Penerapan Produksi Bersih, antara lain :

1. Tercapainya efisiensi produksi yang optimal

2. Diperolehnya penghargaan masyarakat terhadap sistem produksi yang akrab lingkungan

3. Mendapatkan insentif.

Pengembangan pelaksanaan dan penerapan Produksi Bersih intinya adalah merubah pola pikir tradisional ‘end-of-pipe’ dengan paradima baru dalam pengelolaan pencemaran lingkunan, yaitu penerapan Produksi Bersih, yang dapat meningkatkan efisiensi produksi sehingga akan memberikan peningkatan keuntungan baik secara finansial, teknik maupun regulasi. Meskipun demikian, hambatan ekonomi akan timbul bila kalangan usaha merasa tidak akan mendapat keuntungan dalam penerapan Produksi Bersih. Sekecil apapun penerapan Produksi Bersih, bila tidak menguntungkan bagi perusahaan maka akan sulit bagi manajemen untuk membuat keputusan tentang penerapan Produksi Bersih. Hambatan pada aspek ekonomi dan teknis antara lain adalah (Djajadiningrat, 2001) :

1. Keperluan biaya tambahan peralatan

2. Tingginya modal/investasi dibanding kontrol pencemaran secara konvensional sekaligus penerapan Produksi Bersih

3. Penghematan proses Produksi Bersih yang belum nyata realisasinya

4. Kurangnya informasi Produksi Bersih

5. Sistem yang baru ada kemungkinan tidak sesuai dengan yang diharapkan atau malah menyebabkan gangguan

6. Fasilitas produksi ada kemungkinan sudah penuh tidak ada tempat lagi untuk tambahan peralatan.

Kendala Sumber Daya Manusia dalam penerapan Produksi Bersih dapat berupa :

1. Kurangnya komitmen manajemen puncak

2. Adanya keengganan untuk berubah baik secara individu maupun organisasi

3. Lemahnya komunikasi internal

4. Pelaksanaan organisasi yang kaku

5. Birokrasi, terutama dalam pengumpulan data.

6. Kurangnya dokumentasi dan penyebaran informasi.

7. Kurangnya pelatihan kepada sumberdaya manusia mengenai Produksi Bersih.

Manfaat penerapan Produksi Bersih, antara lain :

1. Lebih efektif dan efisien dalam penggunaan sumberdaya alam.

2. Mengurangi biaya-biaya yang berkenaan dengan lingkungan

3. Mengurangi atau mencegah terbentuknya pencemar

4. Mencegah berpindahnya pencemar dari satu media ke media lain

5. Mengurangi risiko terhadap kesehatan manusia dan lingkungan

6. Memberikan peluang untuk mencapai sistem manajemen lingkungan pada ISO 14000

7. Memberikan keunggulan daya saing di pasar domestik dan internasional.

Saat ini terdapat dua mekanisme yang mendorong terjadinya pendekatan baru dalam hal perdagangan global, yaitu pertama, adanya kekuatan konsumen yang makin meningkat dan makin besarnya rasa solidaritas lingkungan terhadap produk yang dibelinya agar tidak menimbulkan dampak lingkungan dalam pengadaannya, seperti ecolabel atau green label yang menandai bahwa produk tertentu diproduksi melalui Produksi Bersih. Kedua, sejak awal tahun tujuh puluhan sampai pertengahan delapan puluhan, industri menghadapi penegakan hukum yang konsisten disertai baku mutu yang makin ketat. Oleh karena itu, terjadi kejar- mengejar antara baku mutu dengan kemampuan industri menaati baku mutu. Dari sisi perdagangan pun, terjadi kecenderungan mengaitkan aspek lingkungan hidup, sehingga hal tersebut menjadikan suatu tantangan bagi kalangan industri dan jasa untuk dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerjanya supaya tetap dapat mempertahankan diri dalam situasi persaingan global.

Pengusaha juga perlu mempertimbangkan perspektif konsumen mengenai produknya, seperti citra positif yang diperoleh dengan mendapatkan sertifikasi ekolabel dan ISO 14000. Sebagian konsumen mempunyai pertimbangan yang luas dalam setiap melakukan tindakan berkonsumsi. Mereka tidak hanya memperhatikan mutu, penampilan, harga, garansi ataupun pelayanannya saja, melainkan juga akan mempertimbangkan beberapa masalah baru. Pertama, masalah ekologi, yang berkaitan dengan adalah ada tidaknya unsur pencemaran atau perusakan lingkungan mulai dari pengadaan bahan baku, proses produksi, serta akibat yang ditimbulkan dari penggunaan barang tersebut. Kedua, masalah etika, setiap kali konsumen memutuskan untuk membeli atau tidak membeli, mereka terlebih dahulu mempertimbangkan etika produsennya. Apakah produsen menjalankan usahanya dengan benar atau apakah produsen tidak memanfaatkan kelemahan peraturan yang ada di suatu negara. Contoh dalam hal ini adalah penghargaan yang lebih dari konsumen terhadap suatu perusahaan yang telah menggunakan standar yang diakui secara internasional (misalnya ISO 9000, ISO 14000).Yang ketiga adalah masalah keadilan, yaitu apakah produksi tersebut mengeksploitasi sumberdaya alam dan ekonomi masyarakat lokal, atau apakah pengusaha mengupayakan pelestarian dengan penghitungan yang tepat antara eksploitasi yang mereka lakukan sejalan dengan upaya perbaikan. Contoh dalam masalah ini adalah kondisi masyarakat yang sekarang makin kritis dimana upaya pelestarian lingkungan hidup selalu ditanyakan dalam setiap bentuk produk dan jasa yang ada. Penerapan Produksi Bersih dapat mendukung ketiga aspek tersebut, terutama dalam kaitannya dengan sertifikasi ekolabel dan ISO 14000.

Sikap Indonesia mengenai perlunya integrasi Produksi Bersih dengan strategi pemasaran produk dalam menanggapi isu lingkungan sudah jelas. Hal tersebut sudah menjadi komitmen pemerintah. Dalam konteks perdagangan dan industri di Indonesia, pemerintah juga telah memperkenalkan Produksi Bersih (cleaner production) sejak tahun 1993 melalui program-program yang dikembangkan oleh BAPEDAL untuk menarik minat masyarakat (Community Awareness ) dalam menerapkan Produksi Bersih.

Tekad pemerintah untuk melaksanakan Produksi Bersih ini kemudian dicanangkan pada tahun 1995 sebagai komitmen nasional bagi kalangan industri dan pengusaha untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Sebagai tindak lanjutnya pada tahun 1996 kemudian telah disusun suatu Rencana Pelaksanaan Kegiatan Produksi Bersih yang mencakup arahan pelaksanaan Produksi Bersih pada seluruh sektor kegiatan. Pola ini dilakukan melalui kegitan bantuan teknis, pengembangan sistem informasi, peningkatan kesadaran dan pelatihan serta pengembangan sistem insentif. Selanjutnya program-program Produksi Bersih dilaksanakan sejalan dengan program-program lain yang dapat mendorong penerapan Produksi Bersih seperti label lingkungan (environmental labelling) dan Sistem Manajemen Lingkungan (environmental management system) melalui kerjasama dengan instansi terkait misalnya Departemen Perindustrian dan Perdagangan.

Pada hakekatnya, pemasaran ditujukan untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Persoalannya, kebutuhan konsumen dalam era globalisasi ini tidak hanya sekedar memenuhi kebutuhan untuk hidup saja, tetapi juga kebutuhan untuk menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan hidup mereka. Itulah sebabnya kepedulian konsumen akan lingkungan yang semakin meningkat ini perlu diantisipasi oleh semua pihak. Dengan adanya integrasi Produksi Bersih dengan strategi pemasaran produk maka banyak manfaat yang dapat diperoleh bagi semua pihak (win-win situation). Misalnya, bagi usaha ekspor, upaya mengintegrasikan penerapan Produksi Bersih dengan strategi pemasaran akan membuat produk dan atau jasanya telah memenuhi persyaratan tertentu sehingga dapat dikatakan sebagai produk/jasa yang akrab dengan lingkungan. Dengan demikian produknya dapat diterima oleh konsumen internasional.

STRATEGI PENERAPAN PRODUKSI BERSIH

Komitmen Nasional Produksi Bersih merupakan upaya penggalangan penerapan Produksi Bersih secara sukarela oleh berbagai kalangan, baik itu pemerintah, kalangan industri dan jasa, bahkan para peneliti dan konsultan yang terlibat. Komitmen Nasional ini antara lain adalah dengan melaksanakan :

1. Produksi Bersih dipertimbangkan pada tahap sedini mungkin dalam pengembangan proyek-proyek baru, atau pada saat mengkaji proses dan/atau aktivitas yang sedang berlangsung

2. Semua pihak turut bertanggung jawab dan terlibat dalam program dan rencana tindakan Produksi Bersih dan bekerjasama untuk mengharmonisasikan pendekatan-pendekatan Produksi Bersih.

3. Agar Produksi Bersih dapat dilaksanakan secara efektif, semua pendekatan melalui peraturan perundang-undangan, instrumen ekonomi maupun upaya sukarela harus dipertimbangkan.

4. Program Produksi Bersih menekankan pada upaya perbaikan yang berlanjut.

5. Produksi Bersih hendaknya melibatkan pertimbangan daur hidup suatu produk

6. Produksi Bersih menjadi salah satu elemen inti dari sistem manajemen lingkungan, seperti pada ISO 14001.

7. Produksi Bersih dilaksanakan agar tercapai daya saing yang lebih besar di pasar domestik maupun internasional melalui peningkatan efisiensi dan perbaikan struktur biaya.

Saat ini, penerapan Produksi Bersih telah memperoleh dukungan yang luas dengan penerapan pada skala nasional maupun internasional melalui program Clean Development Mechanism (CDM) yang tercantum dalam Pasal 12 Protokol Kyoto. Penerapan CDM terutama adalah untuk mengurangi emisi karbon ke atmosfir, dan dilakukan sesuai dengan kemampuan masing-masing negara. Selain itu, negara-negara maju khususnya yang tergabung dalam JI (Joint Implementation) harus membantu negara-negara berkembang dalam penerapan CDM. Dengan membantu penerapan CDM tersebut, negara maju dapat memperoleh unit pengurangan emisi (Emission Reduction Unit/ERU) dan sertifikasi pengurangan emisi (Certified Emission Reduction/CER) dari penerapan CDM tersebut, serta peningkatan jatah emisinya di dalam negeri melalui perdagangan emisi. Bagi negara berkembang, kerjasama ini dapat meningkatkan kegiatan ekonomi dan pembangunan di negara tersebut serta membantu mempercepat tercapainya pembangunan berkelanjutan. Itulah sebabnya mengapa CDM dapat diterima oleh banyak negara, karena dinilai fleksibel dan mampu mengendalikan pencemaran lingkungan (Murdiyarso, 2003).

Secara umum untuk menerapkan Produksi Bersih, diperlukan pelembagaan Produksi Bersih sebagai prioritas pada semua aktivitas, dengan cara :

1. Memasukkan konsep Produksi Bersih ke dalam perundang-undangan, peraturan dan kebijakan nasional.

2. Mengintegrasikan Produksi Bersih ke dalam kebijakan dan program departemen sektoral dan pemerintah daerah, diantaranya dengan meneliti peluang untuk memberikan insentif dalam rangka promosi untuk pelaksanaan Produksi Bersih.

3. Menetapkan komite nasional Produksi Bersih yang bertugas untuk mengembangkan, melaksanakan strategi dan merencanakan Produksi Bersih, kemudian komite ini akan memantau perkembangannya dan melaporkan kepada presiden mengenai kinerja Produksi Bersih.

4. Mempercepat usaha penerapan Produksi Bersih secara nasional, berarti memfasilitasi diterimanya Produksi Bersih oleh semua pihak, dan ini akan diperkuat dengan diratifikasinya Protokol Kyoto.

5. Mengidentifikasi peluang dan mengembangkan kegiatan penelitian dan pengembangan di bidang Produksi Bersih dan mendorong pelaksanaan Produksi Bersih yang bersifat operasional untuk semua aktivitas.

6. Mengembangkan program pendidikan dan latihan Produksi Bersih untuk semua pihak.

7. Bantuan bagi perusahaan skala kecil dan menengah dalam upaya mengintegrasikan konsep Produksi Bersih, baik bantuan teknis maupun pendanaan.

8. Pengembangan penggunaan instrumen ekonomi untuk mendukung dilaksanakannya Produksi Bersih, mengingat Produksi Bersih perlu dirancang menarik agar dapat meningkatkan partisipasi semua pihak, seperti pemberian insentif.

Sistem Insentif dalam Produksi Bersih

Penggunaan instrumen ekonomi untuk menangani masalah lingkungan dapat pula menjadi sumber pendanaan bagi upaya pengelolaan lingkungan itu sendiri. Diterapkannya prinsip “pencemar membayar” (polluter pays principles) secara konsisten akan menjadi alat yang efektif untuk pencegahan pencemaran (Campbell & Glenn, 1982). Dengan demikian penggunaan instrumen ekonomi dan sistem insentif dapat mendorong kalangan dunia usaha untuk lebih memperhatikan masalah lingkungan. Namun perlu pula diingat bahwa instrumen ekonomi bukanlah satu-satunya alat pendorong bagi dunia usaha untuk memperhatikan masalah lingkungan. Penilaian masyarakat dan perilaku konsumen dapat pula menjadi faktor pendorong untuk menerapkan upaya-upaya pengelolaan lingkungan. Penilaian masyarakat tersebut diwujudkan dalam bentuk pemberian penghargaan terhadap kinerja lingkungan suatu kegiatan usaha. Contohnya adalah penghargaan masyarakat terhadap produk dan jasa yang telah memiliki ekolabel akan berbeda dengan produk dan jasa yang belum memperoleh ekolabel.

Pengertian insentif dalam Produksi Bersih adalah suatu bentuk dukungan yang mampu mendorong upaya penerapan Produksi Bersih, sedangkan disintensif adalah pencabutan dukungan ataupun ditiadakannya penghargaan baik dalam bentuk ekonomi atau penghargaan lainnya kepada suatu perusahaan, baik industri atau jasa karena tidak diterapkannya Produksi Bersih. Sistem intensif dan disinsentif dalam penerapan Produksi Bersih merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam upaya mempercepat penerapan Produksi Bersih secara nasional. Jenis-jenis insentif yang dikembangkan di Indonesia dalam mendukung penerapan Produksi Bersih adalah :

1. Insentif Ekonomi, melalui penggunaan instrumen ekonomi seperti:

· Pengembangan sistem ekolabel

· Pemberian pinjaman lunak dan pembebasan bea untuk pembelian peralatan teknologi akrab lingkungan

· Penurunan pajak langsung dan tidak langsung

2. Insentif Penghargaan, yang merupakan faktor yang memacu peningkatan kinerja.

3. Insentif Informasi, yang dapat dilakukan dengan:

· Memfasilitasi diterimanya strategi Produksi Bersih di seluruh kalangan

· Mengidentifikasi peluang dan mengembangkan kegiatan penelitian dan pengembangan Produksi Bersih

· Mengembangkan program pendidikan dan latihan Produksi Bersih

· Bantuan bagi perusahaan skala kecil dan menengah dalam upaya mengintegrasikan konsep Produksi Bersih

Beberapa pengaruh terhadap pemberian insentif dalam penerapan Produksi Bersih dapat dilihat sebagai contoh berikut:

1. Pelaksanaan insentif melalui instrumen ekonomi umumnya tingkat keberhasilannya tinggi sebab langsung berkaitan dengan kegiatan ekonomi. Dalam dunia industri dan jasa tidak mengherankan bila pelaksanaan insentif melalui instrumen ekonomi apakh itu pembebasan bea masuk, pengurangan pajak tentunya akan mendorong penerapan Produksi Bersih.

2. Pengaruh insentif penghargaan terhadap industri dan jasa menandakan bahwa penerapan Produksi Bersih pada perusahaan dapat merubah pandangan masyarakat menjadi lebih “prestisius”, sehingga upaya ini diharapkan dapat medorong industri dan jasa lainnya untuk menerapkan Produksi Bersih.

3. Pengaruh pemberian informasi tentang penerapan Produksi Bersih sangat terasa pada saat pemberian kursus atau pelatihan tentang Produksi Bersih. Demikian pula banyaknya permintaan mengenai proyek percontohan tentang penerapan Produksi Bersih sangat banyak sekali. Untuk itulah insentif informasi dapat mendukung penyebarluasan konsep dan penerapan Produksi Bersih.

PENUTUP

CDM merupakan peluang investasi, dan sektor kehutanan Indonesia memiliki potensi yang besar untuk ikut serta dalam CDM. Namun perlu diingat bahwa hukum Kyoto Protocol masih belum mengikat negara industri untuk melaksanakan komitmennya dibawah protokol tersebut, karena jumlah negara yang meratifikasi belum memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Masalah ini masih perlu dibahas lebih lanjut dalam pertemuan negara para pihak Konvensi Perubahan Iklim (Parties to the UNFCCC) pada pertemuan di Den Haag bulan Nopember 2000 (COP-6/Six Conference of the Parties). Demikian juga masalah metodologi, aturan, dan prosedur CDM. Dan untuk sektor kehutanan, sampai saat ini masih menjadi perdebatan tentang masuk/tidaknya sink dalam CDM.

Dalam menyongsong era carbon trading melalui CDM, koordinasi antar pihak terkait sangat diperlukan, misal antara Dephutbun dengan Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, para pakar, instansi dan departemen terkait lainnya. Hal ini diperlukan baik dalam rangka penyiapan posisi Indonesia pada pertemuan-pertemuan negara para pihak (Conference of the Parties) mendatang; penyiapan institusi CDm di tingkat nasional(15); dan untuk keperluan sharing data dan informasi. Dan seiring dengan berlakunya desentralisasi, untuk keperluan implementasinya diperlukan koordinasi dengan Pemerintah Daerah dan stakeholders lain di daerah.

DAFTAR PUSTAKA

Bapedal, 1995. National Commitment to Implement a Clearner Production Strategy in Indonesia. Bapedal, Jakarta.

Bratasida, L. 1997. Kebijakan Nasional tentang Produksi Bersih. Bapedal, Jakarta.

Campbell, ME. & WM. Glenn. 1982. Profit from Pollution Prevention. Pollution Probbe Foundation, Toronto.

Djajadiningrat, ST. 2001. Untuk Generasi Masa Depan Pemikiran, Tantangan dan Permasalahan Lingkungan. Studio Tekno Ekonomi ITB, Bandung.

Murdiyarso, Daniel. 2003. CDM : Mekanisme Pembangunan Bersih. Penerbit Buku Kompas, Jakarta.

Overcash, MR. 1986. Techniques for Industrial Pollution Prevention. Lewis Publishers, New York.

Share

1 komentar:

  1. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    BalasHapus